Peraturan adalah sesuatu yang disepakati dan mengikat sekelompok orang/
lembaga dalam rangka mencapai suatu tujuan dalam hidup bersama.
Regulasi
adalah “mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat dengan aturan
atau pembatasan.” Regulasi dapat dilakukan dengan berbagai bentuk,
misalnya: pembatasan hukum diumumkan oleh otoritas pemerintah, regulasi
pengaturan diri oleh suatu industri seperti melalui asosiasi
perdagangan, Regulasi sosial (misalnya norma), co-regulasi dan pasar.
Seseorang dapat, mempertimbangkan regulasi dalam tindakan perilaku
misalnya menjatuhkan sanksi (seperti denda).
A. UU No.19 Tentang Hak Cipta
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2002
TENTANG
HAK CIPTA
I. UMUM
Indonesia
sebagai negara kepulauan memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang
sangat kaya. Hal itu sejalan dengan keanekaragaman etnik, suku bangsa,
dan agama yang secara keseluruhan merupakan potensi nasional yang perlu
dilindungi. Kekayaan seni dan budaya itu merupakan salah satu sumber
dari karya intelektual yang dapat dan perlu dilindungi oleh
undang-undang. Kekayaan itu tidak semata-mata untuk seni dan budaya itu
sendiri, tetapi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan di
bidang perdagangan dan industri yang melibatkan para Penciptanya. Dengan
demikian, kekayaan seni dan budaya yang dilindungi itu dapat
meningkatkan kesejahteraan tidak hanya bagi para Penciptanya saja,
tetapi juga bagi bangsa dan negara.
Indonesia telah ikut serta dalam
pergaulan masyarakat dunia dengan menjadi anggota dalam Agreement
Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup pula Agreement on Trade
Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan tentang
Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual), selanjutnya disebut TRIPs,
melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994.
Selain itu, Indonesia juga
meratifikasi Berne Convention for the Protection of Artistic and
Literary Works (Konvensi Berne tentang Perlindungan Karya Seni dan
Sastra) melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan World
Intellectual Property Organization Copyrights Treaty (Perjanjian Hak
Cipta WIPO), selanjutnya disebut WCT, melalui Keputusan Presiden Nomor
19 Tahun 1997.
Saat ini Indonesia telah memiliki Undang-undang Nomor 6
Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 yang selanjutnya disebut Undang-undang
Hak Cipta. Walaupun perubahan itu telah memuat beberapa penyesuaian
pasal yang sesuai dengan TRIPs, namun masih terdapat beberapa hal yang
perlu disempurnakan untuk memberi perlindungan bagi karya-karya
intelektual di bidang Hak Cipta, termasuk upaya untuk memajukan
perkembangan karya intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan
budaya tersebut di atas. Dari beberapa konvensi di bidang Hak Kekayaan
Intelektual yang disebut di atas, masih terdapat beberapa ketentuan yang
sudah sepatutnya dimanfaatkan. Selain itu, kita perlu menegaskan dan
memilah kedudukan Hak Cipta di satu pihak dan Hak Terkait di lain pihak
dalam rangka memberikan perlindungan bagi karya intelektual yang
bersangkutan secara lebih jelas.
Dengan memperhatikan hal-hal di atas
dipandang perlu untuk mengganti Undang-undang Hak Cipta dengan yang
baru. Hal itu disadari karena kekayaan seni dan budaya, serta
pengembangan kemampuan intelektual masyarakat Indonesia memerlukan
perlindungan hukum yang memadai agar terdapat iklim persaingan usaha
yang sehat yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional.
Hak
Cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral
rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas
Ciptaan serta produk Hak Terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada
diri Pencipta atau Pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus
tanpa alasan apa pun, walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah
dialihkan.
Perlindungan Hak Cipta tidak diberikan kepada ide atau
gagasan karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat
pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai Ciptaan yang lahir berdasarkan
kemampuan, kreativitas, atau keahlian sehingga Ciptaan itu dapat
dilihat, dibaca, atau didengar.
Undang-undang ini memuat beberapa ketentuan baru, antara lain, mengenai:
1. database merupakan salah satu Ciptaan yang dilindungi;
2.
penggunaan alat apa pun baik melalui kabel maupun tanpa kabel, termasuk
media internet, untuk pemutaran produk-produk cakram optik (optical
disc) melalui media audio, media audiovisual dan/atau sarana
telekomunikasi;
3. penyelesaian sengketa oleh Pengadilan Niaga, arbitrase, atau alternatif pe nyelesaian sengketa;
4. penetapan sementara pengadilan untuk mencegah kerugian lebih besar bagi pemegang hak;
5. batas waktu proses perkara perdata di bidang Hak Cipta dan Hak Terkait, baik di Pengadilan Niaga maupun di Mahkamah Agung;
6. pencantuman hak informasi manajemen elektronik dan sarana kontrol teknologi;
7.
pencantuman mekanisme pengawasan dan perlindungan terhadap
produk-produk yang menggunakan sarana produksi berteknologi tinggi;
8. ancaman pidana atas pelanggaran Hak Terkait;
9. ancaman pidana dan denda minimal;
10.
ancaman pidana terhadap perbanyakan penggunaan Program Komputer untuk
kepentingan komersial secara tidak sah dan melawan hukum.
B. Ketentuan umum, lingkup hak cipta, perlindungan hak cipta, pembatasan hak cipta, prosedur pendaftaran HAKI
1. Ketentuan Hukum
Pada dasarnya, hak cipta merupakan “hak untuk
menyalin suatu ciptaan”. Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak
tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada
umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau
“ciptaan”. Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya
tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan
sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung,
foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam
yurisdiksi tertentu) desain industri. Hak cipta merupakan salah satu
jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok
dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti, paten yang memberikan
hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan
hak monopoli untuk melakukan sesuatu melainkan hak untuk mencegah orang
lain yang melakukannya.
Di Indonesia, masalah hak cipta diatur
dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu yang berlaku saat ini Undang-undang
Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut pengertian hak cipta
adalah “hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku” (pasal 1 ayat 1).
2. Lingkup Hak Cipta
Lingkup Hak Cipta Diatur Di Dalam Bab 2 Mengenai Lingkup Hak Cipta pasal 2-28 :
a.
Ciptaan yang dilindungi (pasal 12), Ciptaan yang dilindungi adalah
Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang
diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain, ceramah, kuliah, pidato,
dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu, alat peraga yang dibuat untuk
kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau
tanpa teks, drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan
pantomim, seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar,
seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni
terapan, arsitektur, peta, seni batik, fotografi, sinematografi,
terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari
hasil pengalihwujudan.
b. Ciptaan yang tidak ada Hak Cipta
(pasal 13), hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara, peraturan
perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah,
putusan pengadilan atau penetapan hakim atau keputusan badan arbitrase
atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
3. Perlindungan Hak Cipta
Perlindungan
hak cipta pada umumnya berarti bahwa penggunaan atau pemakaian dari
hasil karya tertentu hanya dapat dilakukan dengan ijin dari pemilik hak
tersebut. Kemudian yang dimaksud menggunakan atau memakai di sini adalah
mengumumkan memperbanyak ciptaan atau memberikan ijin untuk itu.
Pasal 12 ayat 1 :
(1)
Dalam Undang-undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam
bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang mencakup :
a.Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain.
b.
Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu alat
peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
c. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
d. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomime.
e.
Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir,
seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan.
Arsitektur, peta, seni batik.
f. Fotografi dan Sinematografi.
g. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, data base, dan karya lain dari hasil pengalih wujudan.
(2)
Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf l dilindungi sebagai Ciptaan
tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.
(3)
Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk
juga semua Ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah
merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan
Perbanyakan hasil karya itu.”
Menurut Pasal 1 ayat 8, Yaitu :
Program
komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk
bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan
dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat
komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk
mencapai hasil yang khusus, termasuk penyiapan dalam merancang
instruksi-instruksi tersebut.
Dan Pasal 2 ayat 2, Yaitu :
Pencipta
dan /atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan program
komputer (software) memberikan izin atau melarng orang lain yang tanpa
persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang
bersifat komersial.
4. Pembatasan Hak Cipta
Pembatasan
mengenai hak cipta diatur dalam pasal 14, 15, 16 (ayat 1-6), 17, dan 18.
Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila
sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan
terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk
kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu
pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan
tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya. Kepentingan
yang wajar dalam hal ini adalah “kepentingan yang didasarkan pada
keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan”.
Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk
pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk
pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang
dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan
sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama
penerbit jika ada. Selain itu, seorang pemilik (bukan pemegang hak
cipta) program komputer dibolehkan membuat salinan atas program komputer
yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan
sendiri.
5. Prosedur Pendaftaran HAKI
Sesuai yang diatur
pada bab IV Undang-undang Hak Cipta pasal 35 bahwa pendaftaran hak cipta
diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
(Ditjen HAKI) yang kini berada di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia. Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung
ciptaannya maupun melalui konsultan HAKI. Permohonan pendaftaran hak
cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur
dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun
situs web Ditjen HAKI. "Daftar Umum Ciptaan" yang mencatat
ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HAKI dan dapat dilihat
oleh setiap orang tanpa dikenai biaya. Prosedur mengenai pendaftaran
HAKI diatur dalam bab 4, pasal 35-44.
C. UU No. 36 tentang telekomunikasi: Azas dan tujuan telekomunikasi,
penyelenggaraan telekomunikasi, penyidikan, sangsi administrasi dan
ketentuan pidana
Didalam UU No. 36 telekomunikasi berisikan sembilan bab yang
mengatur hal-hal berikut ini; Azas dan tujuan telekomunikasi,
pembinaaan, penyelenggaraan telekomunikasi, penyidikan, sanksi
administrasi, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan
penutup. Undang-Undang ini dibuat untuk menggantikan UU No.3 Tahun 1989
tentang Telekomunikasi, karena diperlukan penataan dan pengaturan
kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional yang dimana semua
ketentuan itu telah di setujuin oleh DPRRI. UU ini dibuat karena ada
beberapa alasan, salah satunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan
perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat cepat telah
mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara
pandang terhadap telekomunikasi. Dengan munculnya undang-undang tersebut
membuat banyak terjadinya perubahan dalam dunia telekomunikasi, antara
lain :
Telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Perkembangan teknologi yang sangat pesat tidak hanya terbatas pada
lingkup telekomunikasi itu saja, maleinkan sudah berkembang pada TI.
Perkembangan teknologi telekomunikasi di tuntut untuk mengikuti norma dan kebijaksanaan yang ada di Indonesia.
Apakah
ada keterbatasan yang dituangkan dalam UU no.36 Telekomunikasi tersebut
dalam hal mengatur penggunaan teknologi Informasi. Maka berdasarkan isi
dari UU tersebut tidak ada penjelasan mengenai batasan-batasan yang
mengatur secara spesifik dalam penggunaan teknologi informasi tersebut,
artinya dalan UU tersebut tidak ada peraturan yang secara resmi dapat
membatasi penggunaan teknologi komunikasi ini. Namun akan lain ceritanya
jika kita mencoba mencari batasan-batasan dalam penggunaan teknologi
informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang
dapat dilihat secara virtual, maka hal tersebut diatur dalam UU No.11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terutama BAB VII
tentang Perbuatan yang Dilarang. Untuk itu kita sebagai pengguna
teknologi informasi dan komunikasi harus lebih bijak dan berhati-hati
lagi dalam memanfaatkan teknologi ini dengan memperhatikan peraturan dan
norma yang ada.
UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elekronik) yang disahkan DPR pada 25 Maret 2008 menjadi bukti bahwa
Indonesia tak lagi ketinggalan dari negara lain dalam membuat peranti
hukum di bidang cyberspace law. UU ini merupakan cyberlaw di Indonesia,
karena muatan dan cakupannya yang luas dalam membahas pengaturan di
dunia maya.UU ITE ini mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan
yang memanfaatkan internet sebagai medianya,baik transaksi maupun
pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai ancaman
hukuman bagi kejahatan yang dialkuakn melalui internet. UU ITE juga
mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat
pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti
elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di
pengadilan.
Beberapa terobosan penting yang dimiliki UU ITE
adalah tanda tangan elektronik yang diakui memiliki kekuatan hukum sama
dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan materai); alat bukti
elektronik yang diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam
KUHAP. UU ITE ini berlaku untuk tiap orang yang melakukan perbuatan
hukum, baik di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia, yang memiliki
keterkaitan hukum di Indonesia. Penyelesaian sengketa dapat
diselesaikan dengan metode sengketa alternative atau arbitrase. Jadi
menurut saya berdasarkan UU No.36 tentang telekomunikasi,disana tidak
terdapat batasan dalam penggunaan teknologi informasi,karena penggunaan
teknologi informasi sangat berpeangaruh besar untuk negara kita,itu apa
bila dilihat dari keuntungan buat negara kita karena kita dapat secara
bebas memperkenalkan kebudayaan kita kepada negara-negara luar untuk
menarik minat para turis asing dan teklnologi informasi juga merupakan
hal yang sangat bebas bagi para pengguna teknologi informasi untuk
disegala bidang apapun.Karena setiap orang bebas berpendapat dan
berekspresi apalagi di dunia maya.
Sumber:http://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Republik_Indonesia_Nomor_19_Tahun_2002
http://boimzenji.blogspot.com/2013/04/uud-no-19-tentang-hak-cipta-ketentuan.html
http://oneway-kurniasurbakti.blogspot.com/2013/05/uu-no36-tentang-telekomunikasi-asas-dan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar